Saturday, April 4, 2009

Kepentingan Ilmu...




Hadith :
Rasulullah s.a.w bersabda yang maksudnya:

”Jadikanlah dirimu orang alim (berilmu) atau orang yang menuntut ilmu atau orang yang selalu mendengar pengajaran atau orang yang mencintai (tiga golongan yang tersebut) dan janganlah engkau menjadi dari golongan yang kelima, yang dengan sebabnya engkau akan binasa.”
(Riwayat al-Bazzar)

Huraian
Pengajaran hadith :

* Ilmu menduduki darjat yang tinggi di sisi manusia dan juga di sisi Allah S.W.T. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh penduduk langit dan bumi sebaliknya bagi orang yang tidak berilmu.

* Oleh itu setiap mukmin hendaklah berusaha mempertingkatkan kemajuan dirinya sama ada :

1. Menjadikan dirinya orang alim (berilmu) yang mengajarkan ilmunya kepada orang lain.
2. Menjadi orang yang belajar (menuntut ilmu).
3. Mendengar atau mengikuti majlis-majlis ilmu.
4. Menghormati atau mencintai salah satu atau ketiga-tiga golongan di atas dengan menurut jejak langkah mereka.

* Dengan adanya sifat-sifat yang disebutkan di atas maka kehidupan seseorang itu akan sentiasa terjamin untuk mendapat keselamatan dan kebahagiaan jasmani atau rohani kerana ia sentiasa berada dalam jagaan ilmu pengetahuan yang memimpinnya ke jalan yang benar dan memberinya kesedaran untuk memilih antara yang baik dan yang buruk.

* Manakala mereka yang tidak termasuk dalam golongan tersebut atau yang dipanggil masyarakat sebagai ‘bodoh sombong’ maka mereka adalah golongan yang bakal mendapat kebinasaan kerana mereka tidak ada pimpinan yang dengannya dapat memandu kepada kebaikan melainkan hidup terumbang ambing dan tenggelam dalam kesesatan.

Thursday, March 19, 2009

Mencintai ilmu....



Perumpamaan orang yang mempelajari ilmu pada waktu kecil adalah seperti memahat batu, sedangkan perumpamaan mempelajari ilmu ketika dewasa adalah seperti menulis di atas air. (HR ath-Thabrani dari Abu Darda’ ra.).

Dalam sejarah, tidak ditemukan suatu agama yang mendorong pemeluk-nya untuk memberikan pengajaran kepada anak-anak seperti Islam. Islam menjadikan seorang Muslim memiliki antusiasme yang sangat tinggi untuk belajar dan mengajar. Antusiasme inilah yang menjadikan mereka sangat isimewa sepanjang sejarahnya yang panjang. Apalagi bagi mereka, menuntut ilmu adalah ibadah yang paling utama, yang bisa dijadikan media untuk mendekatkan diri kepada Alllah.
Masa kanak-kanak merupakan fase yang paling subur untuk melakukan pembinaan keilmuan dan pemikiran. Pada masa ini daya tangkap dan daya serap otak mereka berada pada kemampuan maksimal; dada mereka lebih longgar dan lebih hapal terhadap apa yang mereka dengar. Abu Hurairah ra. meriwayatkan secara marfû’, bahwa Rasulullah saw. bersabda (yang artinya): Siapa yang mempelajari al-Quran ketika masih muda, maka al-Quran itu akan menyatu dengan daging dan darahnya. Siapa yang mempelajarinya ketika dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan tidak melekat pada dirinya, maka ia mendapatkan pahala dua kali. (HR al-Baihaqi, ad-Dailami, dan al-Hakim).
Agar para orangtua dapat mengarahkan anak melangkah menuju ilmu, belajar, serta mencintai ilmu dan ulama, ada beberapa hal penting yang harus ditempuh:

1. Tanamkan bahwa menuntut ilmu adalah perintah Allah Swt.
Kecintaan anak kepada Allah, yang seyogyanya sudah terlebih dulu ditanamkan, akan memunculkan ketaatan pada perintah-Nya dan takut akan azab-Nya, termasuk dalam menuntut ilmu. Cinta dan takut kepada Allah akan memunculkan sikap konsisten dalam mencari ilmu tanpa bosan dan dihinggapi rasa putus asa.

2. Tanamkan bahwa al-Quran adalah sumber kebenaran.
Al-Quran sebagai sumber kebenaran (QS al-Maidah [5]: 48) sejak awal harus disampaikan oleh orangtua kepada anak. Semua yang benar menurut al-Quran itulah yang harus dan boleh dilakukan. Ini memerlukan keteladanan orangtua. Dengan begitu, anak akan melihat realisasi al-Quran sebagai sumber kebenaran dalam setiap perilaku orangtuanya. Begitu pula ketika menilai suatu keburukan, semuanya dinilai dengan standar al-Quran.

3. Ajarkan metode belajar yang benar menurut Islam.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan dalam kitab As-Syakhshiyah al-Islâmiyyah jilid 1, bahwa Islam mengajarkan metode belajar yang benar, yaitu:
1. Mempelajari sesuatu dengan mendalam hingga dipahami apa yang dipelajari dengan benar.
2. Meyakini ilmu yang sedang dipelajari hingga bisa dijadikan dasar untuk berbuat.
3. Sesuatu yang dipelajari bersifat praktis, bukan sekadar teoretis, hingga dapat menyelesaikan suatu masalah.

Dalam mempelajari alam semesta, misalnya, dikatakan secara teoretis bahwa bulan mengelilingi bumi. Untuk menjadikannya sebagai pemahaman yang mendalam haruslah anak diajak melihat fakta bulan, yang dari hari ke hari berubah bentuk dan besarnya. Dengan demikian, anak pun menjadi yakin bahwa perubahan tanggal setiap harinya adalah karena peredaran bulan. Dengan begitu, ia dapat mengetahui bahwa menentukan tanggal satu Ramadhan, misalnya, adalah dengan melihat bulan.

4. Memilihkan guru dan sekolah yang baik bagi anak.
Guru adalah cermin yang dilihat oleh anak sehingga akan membekas di dalam jiwa dan pikiran mereka. Guru adalah sumber pengambilan ilmu. Para Sahabat dan Salaf ash-Shâlih sangat serius di dalam memilih guru yang baik bagi anak-anak mereka.
Ibnu Sina dalam kitabnya, As-Siyâsah, mengatakan, “Seyogyanya seorang anak itu dididik oleh seorang guru yang mempunyai kecerdasan dan agama, piawai dalam membina akhlak, cakap dalam mengatur anak, jauh dari sifat ringan tangan dan dengki, dan tidak kasar di hadapan muridnya.”
Imam Mawardi (dalam Nashîhah al-Mulûk hlm. 172) menegaskan urgensi memilih guru yang baik dengan mengatakan, “Wajib bersungguh-sungguh di dalam memilihkan guru dan pendidik bagi anak, seperti kesungguhan di dalam memilihkan ibu dan ibu susuan baginya, bahkan lebih dari itu. Seorang anak akan mengambil akhlak, gerak-gerik, adab dan kebiasaan dari gurunya melebihi yang diambil dari orangtuanya sendiri.”
Begitupun memilihkan sekolah yang baik yang di dalamnya diajarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama, apalagi yang merusak akidah anak-anak Muslim. Banyak orangtua memilih sekolah untuk anaknya sekadar agar anak dapat memperoleh ilmu dan prestasi yang bagus, tetapi lupa akan perkembangan kekokohan akidah dan akhlaknya.
Namun demikian, tentulah guru yang paling pertama dan utama adalah orangtuanya, dan sekolah yang paling pertama dan utama adalah rumah tempat tinggalnya bersama orangtua.

5. Mengajari anak untuk memuliakan para ulama.
Abu Umamah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Ada tiga manusia, tidak ada yang meremehkan mereka kecuali orang munafik. Mereka adalah orangtua, ulama, dan pemimpin yang adil. (HR ath-Thabrani).
Ulama adalah pewaris para nabi. Memuliakan dan menghormati mereka, bersikap santun dan lembut di dalam bergaul dengan mereka, adalah di antara adab yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak. Memuliakan ulama menjadikan anak akan memuliakan ilmu yang diterimanya, yang dengannya Allah menghidupkan hati seseorang. Abu Umamah ra. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Sesungguhnya Luqman berkata kepada putranya, “Wahai anakku, engkau harus duduk dekat dengan ulama. Dengarkanlah perkataan para ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati dengan hujan deras.” (HR ath-Thabrani).

6. Membiasakan seluruh keluarga membaca dan menghapal ayat-ayat al-Quran dan Hadis Nabi saw.
Dalam membina akidah anak, mengajarkan al-Quran dan Hadis Nabi saw. adalah hal yang utama dalam membentuk mentalitas anak. Keduanya merupakan sumber untuk menghidupkan ilmu yang akan menyinari dan menguatkan akal. Para Sahabat ra. sangat berambisi sekali mengikat anak-anak mereka dengan al-Quran. Anas bin Malik ra., setiap kali mengkhatamkan al-Quran, mengumpul-kan istri dan anak-anaknya, lalu berdoa untuk kebaikan mereka.
Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, Ibnu Abbas ra. telah hapal al-Quran pada usia sepuluh tahun. Imam Syafii rahimahullâh telah hapal al-Quran pada usia tujuh tahun. Imam al-Bukhari mulai menghapal hadis ketika duduk dibangku madrasah dan mengarang kitab At-Târîkh pada usia 18 tahun.

7. Membuat perpustakaan rumah, sekalipun sederhana.
Mempelajari ilmu tak akan lepas dari kitab ataupun buku-buku sebagai media referensi yang senantiasa akan memenuhi kebutuhan ilmu. Keberadaan perpustakaan rumah menjadi hal yang sangat penting untuk mengkondisikan anak-anak seantiasa dekat dengan ilmu dan bersahabat dengan kitab-kitab ilmu.
Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam Risâlah-nya, Sarana Paling Efektif dalam Mendidik Generasi Muda dengan Pendidikan Islam yang Murni, mengatakan, “Adalah sangat penting adanya perpustakaan di dalam rumah, sekalipun sederhana. Koleksi bukunya dipilihkan dari buku-buku sejarah Islam, biografi Salafus Shâlih, buku-buku akhlak, hikmah, kisah perjalanan para ulama ke berbagai negeri, kisah-kisah penaklukan berbagai negeri, dan semisalnya….”

8. Mengajak anak menghadiri majelis-majelis kaum dewasa.
Nabi saw. pernah menceritakan bahwa beliau ketika masih kecil juga turut menghadiri majelis-majelis kaum dewasa. Beliau mengatakan: “Aku biasa menghadiri pertemuan-pertemuan para pemuka kaum bersama paman-pamanku….” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad sahih dalam Musnad-nya [2/157] dan oleh Ahmad [1/190]).
Dengan membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, akalnya akan meningkat, jiwanya akan terdidik, semangat dan kecintaannya kepada ilmu akan semakin kuat. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []

Orang berilmu?

Orang berilmu sentiasa istiqamah, ikhlas dan berani, ketegasan mereka didorong oleh kesungguhan untuk mempertahankan prinsip kebenaran.


Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Tuhan dan masyarakat. Al-Quran menggelarkan golongan ini dengan pelbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT dan makhluk-Nya.


Mereka digelar sebagai "al-Raasikhun fil Ilm" (Al Imran : 7), "Ulul al-Ilmi" (Al Imran : 18), "Ulul al-Bab" (Al Imran : 190), "al-Basir" dan "as-Sami’ " (Hud : 24), "al-A’limun" (al-A’nkabut : 43), "al-Ulama" (Fatir : 28), "al-Ahya’ " (Fatir : 35) dan berbagai nama baik dan gelaran mulia lain.


Gelaran ini digandingkan Allah SWT dengan ayat-ayat yang membicarakan dasar-dasar akidah tauhid dengan antaranya menghubungkan kitab suci al-Quran dan fenomena alam sebagai "wasilah" atau "ayat" bagi mengenal dan mengakui-Nya.


Ia sekaligus menunjukkan bahawa daya usaha untuk memperoleh ilmu melalui pelbagai saluran dan pancaindera yang dikurniakan Allah SWT membimbing seseorang ke arah mengenal dan mengakui ketauhidan Rabbul Jalil.


Ini memberi satu isyarat dan petunjuk yang penting bahawa ilmu mempunyai hubungkait yang amat erat dengan dasar akidah tauhid. Orang yang memiliki ilmu, tidak terhad kepada ilmu pengajian Islam semata-mata - sepatutnya mengenal dan mengakui keesaan Allah SWT dan keagungan-Nya.


Hasilnya, orang yang berilmu akan gerun, tunduk, kerdil dan hina berhadapan dengan kekuasaan dan keagungan Allah SWT . Ibn Mas’ud pernah berkata "bukanlah dinamakan berilmu dengan hanya banyaknya (meriwayatkan) hadis, tetapi berilmu yang sebenar ialah (melahirkan) banyaknya perasaan gerun (kepada keagungan Allah).


Akidah murni mereka begitu jelas terserlah melalui bidang penyelidikan dan pengamalan kepakaran masing-masing. Mereka tunduk dan beriman kepada kekuasaan Allah SWT. Ini sekali lagi membuktikan bahawa perkara akidah dan roh fitrah Islam merentasi semua aspek kehidupan manusia khususnya para ilmuan dan cendekiawan yang terlibat secara langsung dalam kajian dan penyelidikan alam "kauniyyah" dan manusia.


Dalam surah ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman yang bermaksud:


"Allah menerangkan (kepada sekalian makhlukNya dengan dalil-dalil dan bukti), bahawasanya tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang sentiasa mentadbirkan (seluruh alam) dengan keadilan dan malaikat-malaikat serta orang-orang yang berilmu (mengakui dan menegaskan juga yang demikian); tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; Yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana".


Ketika menafsirkan ayat ini, Ibn Kathir membuat suatu rumusan yang menarik bahawa apabila Allah SWT menggandingkan "diri-Nya" dengan para malaikat dan orang yang berilmu tentang penyaksian "keesaan Allah SWT dan kemutlakan-Nya sebagai Tuhan yang layak disembah", ia adalah suatu penghormatan agung secara khusus daripada-Nya kepada orang-orang yang berilmu yang sentiasa bergerak di atas paksi kebenaran dan menjunjung tinggi prinsip ini serta berpegang teguh dengannya dalam semua keadaan dan suasana.


Rakaman penghormatan ini kekal sebagaimana kekalnya kitab wahyu ini sebagai peringatan kepada golongan berilmu bahawa mereka amat istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sebaris dengan para malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Mereka memikul amanah Allah SWT kerana mereka adalah pewaris para nabi.


Oleh yang demikian mereka perlu memiliki dan beramal dengan sifat-sifat yang jelas melalui perkataan yang dituturkan, tindakan yang diambil, perbuatan yang dilakukan, sikap yang ditunjukkan, dan seruan yang dibuat. Sifat dan sikap yang tidak selari dengan kemuliaan dan ketinggian kedudukan mereka boleh mencacatkan kewibawaan dan penghormatan masyarakat umum.


Sifat ikhlas, berani, dan tegas serta sentiasa istiqamah harus sebati dengan orang yang berilmu. Orang yang berilmu tidak sangat mengharapkan ganjaran, sanjungan, dan pujian manusia. Keikhlasan mereka adalah hasil daripada ramuan kecintaan dan keyakinan kepada prinsip kebenaran yang menjadi tonggak pegangan mereka.


Orang yang berilmu amat menjunjung tinggi prinsip kebenaran. Mereka tidak menafikan kebenaran dari pihak lain dan tidak pula membolot kebenaran untuknya secara mutlak. Kebenaran yang menjadi pegangan mereka bukan diukur daripada keluarnya perkataan atau perakuan hanya daripada mulut atau kelompok mereka sahaja. Bahkan kebenaran itu boleh juga datang daripada orang lain. Berlapang dada dan merendah diri adalah akhlak murni orang yang berilmu.


Kebenaran yang sejati adalah apabila datangnya daripada nas al-Quran al-Karim dan as-Sunnah an-Nabawiyyah. Keikhlasan Imam Malik mendorongnya menegah Khalifah al-Mahdi dan al-Rashid daripada mengangkat kitab karangannya al-Muwatta’ sebagai undang-undang dasar kerajaan. Imam al-Syafei pernah menyatakan bahawa :"Sesiapa yang mendapati hadis Rasulullah s.a.w. (yang sahih) yang bercanggah dengan pendapatku, maka menjadi kewajipannya untuk mengikuti nas hadis sahih tersebut dan meninggalkan pendapatku".


Keberanian orang yang berilmu adalah hasil kegerunan dan keyakinan teguh kepada kekuatan dan kekuasaan Tuhan Rabbul Jalil. Firman Allah SWT yang bermaksud :



"Sebenarnya yang menaruh bimbang dan takut (melanggar perintah) Allah dari kalangan hamba-hambaNya hanyalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, lagi Maha Pengampun."- Surah Fatir : ayat 28


Mereka percaya penguasa kuat, tetapi mereka lebih yakin bahawa Allah Maha Berkuasa atas sekelian makhluk-Nya. Kehinaan di sisi manusia kerana mempertahankan prinsip kebenaran dipandang lebih baik dan mulia daripada kehinaan di sisi Allah SWT kerana mengenepi kebenaran dek kerana untuk menarik perhatian atau mendampingi manusia. Orang yang berilmu boleh hilang kehormatan diri di sisi masyarakat umum jika tidak bersikap sedemikian.


Ketegasan orang yang berilmu pula adalah didorong oleh kesungguhan untuk mempertahankan prinsip kebenaran yang diamanahkan oleh Allah SWT. Mereka amat yakin bahawa menyatakan kebenaran dan perkara hak adalah amanah Allah SWT sekalipun mereka mengetahui risikonya amat besar.


Sebaliknya menyembunyikan kebenaran dan hak adalah suatu "jenayah" berat di sisi Allah SWT yang boleh memusnahkan kewibawaan dan kemuliaan dirinya. Orang yang berilmu amat yakin dengan pesanan Rasulullah SAW yang bermaksud:


"Sesiapa yang disoal tentang sesuatu ilmu, lalu ia menyembunyikannya ia akan dikekang mulutnya pada hari kiamat dengan kekangan dari api neraka"

(Hadis Riwayat Tirmizi)

Kelebihan orang berilmu...

Saidina Ali karamullahu wajhah telah menjelaskan 10 kelebihan orang yg berilmu

Pewaris para nabi
sabda Rasulullah saw dalam sebuah hadis yg diriwayatkan oleh abu Daud dan Tarmizi, " orang-orang yg berilmu adalah pewaris para nabi"

hadis riwayat Imam muslim drp Abu Hurairah r.a., sabda Rasulullah saw, " sesiapa yg berusaha utk menutut ilmu pengetahuan, Allah akan menganugerahkannya jalan ke syurga"


Pengawal yg setia
Saidina Ali berkata, "kita terpaksa menjaga harta kekayaan yg ada pada kita. semantara ilmu pula bertindak sebaliknya, ia sentiasa menjaga dan mengawasi kita"

Banyak kawan
Kata Ali," para hartawan mempunyai ramai musuh, sama ada yg dikenali atau tidak. Sedangkan org yg berilmu mempunyai ramai kawan"

Dimuliakan orang
Sabda Rasulullah saw, riwayat Abu Naim drp Anas r.a, "ilmu pengetahuan itu menambahkan mulia dan meninggikan taraf seorang hamba kpd raja"

Ilmu tidak boleh dicuri
ilmu hanya akan hilang dgn cara kematian. Sabda Rasulullah saw dlm hadis riwayat Imam Bukhari dan muslim, " bahawa Allah swt tidak akan mencabut ilmu drp manusia yg dianugerahkanNya. Tetapi ilmu itu akan pergi dgn perginya (meninggal dunia) orang-orang yg berilmu itu"

Tidak pernah habis
tidak seperti harta yg akan habis semakin hari ia digunakan. apabila diajukan soalan kpd yg cerdik pandai, "apakah barang yg boleh disimpan lama?"
jawab mereka, " iaitu barang2 yg apabila kapal kamu tenggelam, maka ia akan berenang bersama kamu, iaitu ilmu yg kamu miliki"

Menyinari jiwa
Lukman alHakim berkata kpd anaknya, "wahai anakku, duduklah bersama org yg berilmu (ulama). Sesunguhnya Allah swt menghidupkan hati dgn nur hikmah (sinar ilmu) spt menghidupkan bumi dgn hujan dari langit"

Penjelasan RAsulullah saw yg diriwayatkan oleh AtTabrani drp Abu Hurairah, " sesorang yg berilmu adlh lebih sukar bagi syaitan menipunya berbanding seribu orang abid (ahli ibadah)

Tiada terbatas

Sentiasa bertambah

Taat kpd Allah swt
firman Allah, surah Al-Fathir, ayat 28, " sesungguhnya yg takut kpd Allah di kalangan hamba-hambanya hanyalah ahli-ahli ilmu"

sabda Rasulullah saw yg diriwaytkan oleh Ibnu abdil Birri, " orang yg berilmu itu merupakan kepercayaan Allah di muka bumi"

Akhirnya ingatlah pesanan Rasulullah saw ini, "sesungguhnya amal yg sedikit tetapi disertai dgn ilmu tentang Allah adalah bermafaaat. Sedangkan amal yg banyak yg disertai dgn kejahilan tentang Allah tidak akan bermanfaat"

Wednesday, March 18, 2009

Adab Penuntut Ilmu......

Menuntut ilmu adalah satu keharusan bagi kita kaum muslimin. Banyak sekali dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, para penuntut ilmu dan yang mengajarkannya.
Adab-adab dalam menuntut ilmu yang harus kita ketahui agar ilmu yang kita tuntut berfaidah bagi kita dan orang yang ada di sekitar kita sangatlah banyak. Adab-adab tersebut di antaranya adalah:

1. Ikhlas karena Allah I .

Hendaknya niat kita dalam menuntut ilmu adalah kerena Allah I dan untuk negeri akhirat. Apabila seseorang menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan gelar agar bisa mendapatkan kedudukan yang tinggi atau ingin menjadi orang yang terpandang atau niat yang sejenisnya, maka Rasulullah e telah memberi peringatan tentang hal ini dalam sabdanya e :

"Barangsiapa yang menuntut ilmu yang pelajari hanya karena Allah I sedang ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan mata-benda dunia, ia tidak akan mendapatkan bau sorga pada hari kiamat".( HR: Ahmad, Abu,Daud dan Ibnu Majah

Tetapi kalau ada orang yang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan syahadah (MA atau Doktor, misalnya ) bukan karena ingin mendapatkan dunia, tetapi karena sudah menjadi peraturan yang tidak tertulis kalau seseorang yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi, segala ucapannya menjadi lebih didengarkan orang dalam menyampaikan ilmu atau dalam mengajar. Niat ini - insya Allah - termasuk niat yang benar.

2.Untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.

Semua manusia pada mulanya adalah bodoh. Kita berniat untuk meng-hilangkan kebodohan dari diri kita, setelah kita menjadi orang yang memiliki ilmu kita harus mengajarkannya kepada orang lain untuk menghilang kebodohan dari diri mereka, dan tentu saja mengajarkan kepada orang lain itu dengan berbagai cara agar orang lain dapat mengambil faidah dari ilmu kita.

Apakah disyaratkan untuk memberi mamfaat pada orang lain itu kita duduk dimasjid dan mengadakan satu pengajian ataukah kita memberi mamfa'at pada orang lain dengan ilmu itu pada setiap saat? Jawaban yang benar adalah yang kedua; karena Rasulullah e bersabda :

"Sampaikanlah dariku walupun cuma satu ayat (HR: Bukhari)
Imam Ahmad berkata: Ilmu itu tidak ada bandingannya apabila niatnya benar. Para muridnya bertanya: Bagaimanakah yang demikian itu? Beliau menjawab: ia berniat menghilangkan kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.

3. Berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at.

Sudah menjadi keharusan bagi para penuntut ilmu berniat dalam menuntut ilmu untuk membela syari'at. Karena kedudukan syari'at sama dengan pedang kalau tidak ada seseorang yang menggunakannya ia tidak berarti apa-apa. Penuntut ilmu harus membela agamanya dari hal-hal yang menyimpang dari agama (bid'ah), sebagaimana tuntunan yang diajarkan Rasulullah e. Hal ini tidak ada yang bisa melakukannya kecuali orang yang memiliki ilmu yang benar, sesuai petunjuk Al-Qor'an dan As-Sunnah.

4. Lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat.

Apabila ada perbedaan pendapat, hendaknya penuntut ilmu menerima perbedaan itu dengan lapang dada selama perbedaan itu pada persoalaan ijtihad, bukan persoalaan aqidah, karena persoalaan aqidah adalah masalah yang tidak ada perbedaan pendapat di kalangan salaf. Berbeda dalam masalah ijtihad, perbedaan pendapat telah ada sejak zaman shahabat, bahkan pada masa Rasulullah e masih hidup. Karena itu jangan sampai kita menghina atau menjelekkan orang lain yang kebetulan berbeda pandapat dengan kita.

5. Mengamalkan ilmu yang telah didapatkan.

Termasuk adab yang tepenting bagi para penuntut ilmu adalah mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, karena amal adalah buah dari ilmu, baik itu aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Karena orang yang telah memiliki ilmu adalah seperti orang memiliki senjata. Ilmu atau senjata (pedang) tidak akan ada gunanya kecuali diamalkan (digunakan).

6. Menghormati para ulama dan memuliakan mereka.

Penuntut ilmu harus selalu lapang dada dalam menerima perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan ulama. Jangan sampai ia mengumpat atau mencela ulama yang kebetulan keliru di dalam memutuskan suatu masalah. Mengumpat orang biasa saja sudah termasuk dosa besar apalagi kalau orang itu adalah seorang ulama.

7. Mencari kebenaran dan sabar

Termasuk adab yang paling penting bagi kita sebagai seorang penuntut ilmu adalah mencari kebenaran dari ilmu yang telah didapatkan. Mencari kebenaran dari berita berita yang sampai kepada kita yang menjadi sumber hukum. Ketika sampai kepada kita sebuah hadits misalnya, kita harus meneliti lebih dahulu tentang keshahihan hadits tersebut. Kalau sudah kita temukan bukti bahwa hadits itu adalah shahih, kita berusaha lagi mencari makna (pengertian ) dari hadits tersebut. Dalam mencari kebenaran ini kita harus sabar, jangan tergesa-gasa, jangan cepat merasa bosan atau keluh kesah. Jangan sampai kita mempelajari satu pelajaran setengah-setengah, belajar satu kitab sebentar lalu ganti lagi dengan kitab yang lain. Kalau seperti itu kita tidak akan mendapatkan apa dari yang kita tuntut.

Di samping itu, mencari kebenaran dalam ilmu sangat penting karena sesungguhnya pembawa berita terkadang punya maksud yang tidak benar, atau barangkali dia tidak bermaksud jahat namun dia keliru dalam memahami sebuah dalil.Wallahu 'Alam.

Dikutip dari " Kitabul ilmi" Syaikh Muhammad bin Shalih Al'Utsaimin
.(Abu Luthfi)

Monday, March 9, 2009

kata-kata....

Semalam adalah kenangan.. hari ini adalah kenyataan..
esok adalah harapan….. Iman itu bukan hanya harapan..
ia adalah apa yang terpancar di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan…

Setiap kita di dunia ini tidak mahu..memilih jalan yg derita ..
hakikatnya tanpa usaha keajiabpan tidak akan berlaku.

kita jangan selalu mengharap..kerana mengharap tidak pasti tertunai..
tetapi kita boleh..bersabar..kerana kesabaran itu mengajar kita erti kehidupan
jangan menangis kerana gagal dalam cinta..sebab manusia akan meninggalkan apa yg di cinta

keinsafan bukan mudah untuk di tatang, tapi jelas di ulang-ulang
sesungguhnya lidah itu lebih berbisa..dari segala senjata..jadi sebelum berkata fikirkan akibatnya..

Jika kejahatan di balas kejahatan, maka itu adalah...dendam
Jika kebaikan dibalas kebaikan itu adalah....lumrahnye
Jika kebaikan dibalas kejahatan itu adalah....zalim
Tapi jika kejahatan dibalas kebaikan itu adalah...yang mulia dan terpuji